PRODUKSI BENIH PADI F1 HIBRIDA
Penulis
Dr. Angelita Puji Lestari, S.P., M.Si
Pengawas Benih Tanaman Ahli Muda
Padi hibrida meruapakan turunan persilangan antara dua varietas berbeda. Persilangan ini diharapkan mampu menghasilkan keturunan yang pertumbuhannya lebih baik daripada kedua tetuannya. Ciri khas lahan produksi benih padi hibrida adanya barisan barisan padi yang tinggi dan pendek dimana barisan tanaman yang tinggi adalah tanama tetua jantan dan yang pendek adalah galur tetua betina. Persyaratan suatu lokasi sebagai lahan produksi benih padi hibrida diantaranya tersedianya air irigasi, air mudah dikeluarkan dan dimasukkan untuk antisipasi ketersediaan air di lahan jika umur berbunga antar tetua jantan dengan betina yang digunakan tidak sinkron. Umur 50% berbunga yang menentukan kapan sebaiknya waktu semai. Misal tetua jantan berbunga 85 hari, betina 70 hari sehingga ada selisih 15 hari. Oleh karena itu, jantan harus disemai 15 hari lebih dulu dibanding tetua betina dengan harapan akan berbunga bersama-sama sehingga nanti akan terjadi persilangan. Selain melalui pengaturan waktu semai berdasarkan umur berbunga, untuk mengatur agar waktu berbunga menjadi sinkron antara jantan dan betina adalah dengan perlakuan pemberian asam giberelat (GA3).
Pada saat pertanaman di lapang, rasio berapa baris tetua jantan dan betina untuk menghasilkan benih varietas hibrida berbeda atau sangat spesifik antar varietas. Jarak tanam yang harus digunakan juga berbeda tergantung pada karakter tanaman, jumlah polen, tinggi tanaman, bentuk daun dan sebagainya. Yang terjadi hampir semua jarak tanam antar tetua jantan ada 1 baris tanam yang tidak ditanami untuk mempermudah petani melakukan perlakuan seperti pengendalian hama penyakit tanaman, pemupukan, dan yang paling penting adalah saat melakukan persilangan di lapangan. Saat berbunga pemberian perlakuan hormon GA3 untuk sinkronisasi pembungaan dan meningkatkan eksersi malai. Tanpa GA3 ada kemungkinan malai lebih lambat keluar dari selubung. Dosis GA3 yang diberikan berbeda antara varietas hibrida. Yang perlu dicari adalah rasio barisan berapa yang ideal. Yang dipanen jadi benih adalah tetua betina semakin banyak betina maka benih hibridanya akan semakin banyak diperoleh.
Kebutuhan jumlah jantan betina berapa baris itu harus dicari. Saat berbunga disarankan dilakukan polinasi manual dengan tenaga manusia (Gambar 1). Paling umum digunakan dengan bantuan tali dengan orang yang memegang ujung tali pada barisan yang berseberangan. Kemudian kedua orang tersebut akan berlari untuk menggerakkan malai jantan agar polen bertaburan dan menyerbuki betina (Gambar 2). Hal ini dilakukan sejak tetua jantan berbunga sampai tidak menghasilkan polen lagi sekitar 2-3 minggu. Setiap hari dilakukan dengan frekuensi sehari 3 x interval 1 sampai 2 jam tergantung lokasi. Temperatur dan pecahnya polen sangat menentukan. Karena suhu menentukan maka produksi benih direkomendasikan hanya musim kemarau. Karena jika saat pembungaan terjadi hujan maka hasilnya akan turun karena polen basah. Kalau sudah selesai polinasi, yang dipanen duluan adalah barisan jantan, benih dari jantan tidak digunakan lagi sebagai benih tapi dikonsumsi. Benih dari tetua betina menjadi benih hibrida pada pertanaman berikutnya.